Minggu, 01 September 2013

SELINTAS ASHITABA BAPETRO (Balai Pengembangan Tanaman Obat dan Aromatik)

Tanaman Ashitaba (latin: Angelica Keiskei K) famili: Umbelliferae, juga di kenal dengan sebutan "Daun Malaikat". Sebutan tersebut diberikan di masa lalu karena pengalaman atas kemampuan penyembuhan Ashitaba sebagai Tanaman Obat (TO). Bahkan peneliti modern, setelah memperhatikan data ilmiah Ashitaba, menjuluki Ashitaba sebagai a parennial plant (Nagata J, Morino T, Saito M, 2007) suatu sebutan untuk menggambarkan keampuhan Ashitaba yang bersifat lintas batas.

Literatur tertua mengenai Ashitaba terdapat dalam buku TABIB LEE (1593 - 1518 SM) yang ditulis semasa pemerintahan Dinasti Ming. Buku tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris, Jerman dan Rusia. Keunggulan berbagai khasita Ashitaba, mengundang minat para ilmuwan untuk senantiasa berusaha menelitinya (ashitaba has been attracting more and more attention from the scientific community) (Kazuo Ida, 2010).

Di Indonesia Ashitaba belum menjadi perhatian peneliti. Secara atnofarmakologis Ashitaba telah dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur, untuk menyembuhkan beberapa penyakit tertentu (Sri Wuryanti, 2006).

Tanaman yang masih satu famili dengan seledri (Apiumgraveolens) ini dikembangkan oleh BAPETRO menyerupai habitat aslinya berdasarkan teknologi simulasi konservasi, TANPA PESTISIDA dan BAHAN KIMIA apa pun, TANPA REKAYASA GENETIKA (Non-GMO's/Genetically Modified Organisms) serta diproduksi TANPA BAHAN PENGAWET (non-preservated).


Dalam pendekatan simulasi konservasi, Ashitaba dibiarkan tumbuh sebagaimana layaknya kehidupan di zona konservasi (hutan lindung). Tujuannya agar Ashitaba Bapetro mampu mengembangkan mekanisme pertahanan diri secara mandiri (self defense mechanism) dengan jalan mengoptimalkan seluruh sistem biokimia di dalamnya secara alamiah, sehingga dihasilkan kandungan senyawa obat alami yang berkhasiat, bermutu tinggi dan aman dikonsumsi.